Jumat, 29 April 2016

masih betah disini

Aku tak pernah menyangka semua ini akan terjadi. 
Jika aku boleh berharap, 
Aku lebih ingin kita seperti 9 tahun lalu. 
Tak mengenal cinta. 
Yang ada hanya kita yang terus memperjuangkan persahabatan yang kita punya. –Niki 
Minggu, 4 Januari 2014 
Pagi itu, mentari bersinar dengan terik. Namun, tetap ada awan yang sedikit mengahalangi teriknya sinar mentari. Aku terduduk disebuah bangku taman yang masih sejuk. Bahkan, embun masih melembabi dedaunan bunga-bunga ditaman ini.  Disampingku, terduduk seseorang yang selama Sembilan tahun belakangan ini selalu bersamaku. Setiap saat. Tidak pernah tidak. Adrian. Sahabatku, sahabat baikku. Tapi saat ini, apa dia benar-benar hanya sahabatku? Tuluskah aku saat mengenalkannya pada mereka –teman-temanku hanya sebatas sahabat? Aku ... kurang.... yakin..
“Kamu masih betah disini, ki? Matahari udah mulai terik, nih!” Adrian menggerutu. Sembari menatapku tajam namun tak ada arti. 
Deg! 
Sembilan tahun lalu, ketika aku dan dia masih berumur lima tahun aku selalu membenci tatapan ini. Aku selalu memukul atau paling baiknya mengomel ketika Adrian menatapku seperti ini. Namun sekarang, semua berbeda. Entah aku atau Adrian yang berubah aku tak tahu. Yang jelas, aku selalu ingin bertahan dalam waktu ini saat dia menatapku. 
        
“Niki! Kok malah melamun, sih!” 
        
“Eh, em... maaf. Ya udah, ayo pulang. Aku juga udah laper. Hehe...” 
Adrian tak bicara lagi. Dia beranjak lalu menggaet tanganku untuk segera meninggalkan taman ini. hatiku berdesir. Dalam diam, aku meresapi kebahagiaan ini. Tanpa siapapun boleh mengetahui kebahagiaanku. Hanya aku dan Tuhan. Tak ada yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar