“Jangan remehkan aku. Jelas aku lebih dewasa.”
“Dan aku tak kalah dewasa denganmu. Aku bahkan sudah mengenal cinta. Kau? Rasanya aneh orang sepertimu mengerti cinta.”
Entah apa ini. tubuhku terasa lemas. Benar-benar lemas setelah mendengar ucapannya tadi. Dia mengenal cinta?
“Ternyata kau menyembunyikan ceritamu juga.”
Aku lihat Adrian tersenyum tipis. Namun, tetap saja tak bisa
menghilangkan rasa cemasku. Rasa cemas yang mendalam akan kehilangannya
ketika ia mulai mengenal lima huruf menyakitkan itu. Apa aku egois?
“Ternyata aku belum menceritakannya padamu.” Adrian menarik nafas
sejenak lalu mengeluarkannya dengan sedikit kasar sebelum kembali
berbicara “Aku menyukai Cindy dan ternyata, Cindy juga menyukaiku. Kita
sepasang kekasih sekarang”
Deg! Semua seolah hancur. Bak Titanic yang berkeping-keping setelah menabrak karang. Aku hancur.
“Oh.”
Senin, 6 Januari 2014
Setelah mendengar pengakuannya senja kemarin, aku tak ingin menemuinya.
Dan anehnya, Adrian sama sekali tak mencariku. Hanya tadi pagi ia
menghampiriku untuk berangkat bersama. Namun, aku tolak. Aku tak ingin
lagi mendapatkan tatapan tajamnya, gandengan tangannya, ataupun semua
tentangnya. Ya, aku memang senang ketika Adrian melakukan itu padaku.
Tapi itu menyakitkanku. Semua yang dilakukannya layaknya harapan besar
yang sengaja diberikannya untukku. Padahal sebenarnya, itu hal yang
sudah lumrah dilakukannya sejak Sembilan tahun lalu. Sejak Adrian
memulai persahabatan ini. persahabatan yang menurutnya akan abadi
selamanya. Persahabatan yang menurutnya terlalu suci untuk dihancurkan.
Dan persahabatan yang membuatnya berjanji tak akan mencintaiku.
Seketika, manic mataku tertuju pada setangkai bunga yang merekah indah
di halam rumahku. Melalui jendela besar kamarku ini, aku selalu bisa
mengintai halaman rumahku sambil bersembunyi. Dan tak ada siapapun tau.
Em, seperti ... perasaan aneh ini terhadap Adrian. Sahabatku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar